Minggu, 21 September 2008

Mari Kita Cegah Hyper Inflasi di Indonesia

Jakarta, 21 Desember 2005. Sahabat menuju sejahtera, dari Harian Kompas hari ini, kita bisa membaca tulisan berita tentang:




  • Sierad PHK 1.500 pekerja, menyusul berita minggu lalu tentang gelombang PHK yang mulai terjadi di beberapa propinsi.

  • Realisasi Proyek PU 74.4 %

  • Target Ekonomi Meleset

  • Disiapkan Paket Kebijakan, diantaranya adalah insentif di bidang perpajakan

  • Lahan Tak Produktif, Ratusan Transmigran Minggat

  • Krisis Pangan, Paceklik, Warga Makan Oyek dan Tiwul

  • Sapi Jatim tidak bisa dipasarkan, kebanjiran daging sapi, ayam dan telur impor


Sementara minggu lalu, kita juga membaca dan mendengar berita tentang aksi buruh diberbagai daerah: Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dll, menuntut naik gaji. Bahkan tuntutan naik 100%!!!


Dimana masa 'keemasan' pertumbuhan ekonomi yang baru saja kita rasakan tahun 2003 dan 2004? Bagaimana mungkin pada tahun-tahun tersebut, saat inflasi kita hanya mencapai 5-6%, sekarang menjadi 18%???


Kapan kita bisa sejahtera? Bila tahun lalu alasan kita bahwa suku bunga terlalu rendah, tidak ada gunanya menabung, sekarang kita menghadapi inflasi yang tinggi, meskipun suku bunga naik menjadi cukup tinggi, tidak ada lagi uang kita yang tersisa karena tergerus kebutuhan hidup yang melonjak akibat inflasi. Lantas kapan bisa sejahtera dengan menabung?



Apakah kenaikan gaji akan menyelesaikan masalah kita? Dalam kondisi seperti ini bukankah perusahaan kita juga mengalami kondisi yang sulit? Lantas, apa yang dapat kita lakukan?

Kita sering lupa, bahwa selain 'Penghasilan', kita juga memiliki 'Pengeluaran'. Dalam kondisi 'Penghasilan' kita meningkat, sudah pasti terjadi..., 'Pengeluaran' kita juga segera meningkat. Gaya hidup kita berubah. Maka, Naik Gaji tidak secara mutlak merupakan jawaban dari masalah ini.

Kalau kita memilih naik gaji, artinya kita hanya fokus pada Penghasilan... kita lupa mengatur Pengeluaran kita. Akhir bulan, kita akan merasa pas-pasan lagi. Lantas apa manfaatnya? Selain itu, ada suatu BAHAYA BESAR yang mungkin saja mengintai kita.

APA BAHAYA BESAR ITU?
Pemerintah menaikkan suku bunga, seiring dengan naiknya inflasi, untuk menarik dana masyarakat. Istilah ekonominya adalah menarik jumlah uang beredar. Dengan menaikkan suku bunga, Pemerintah mengharapkan masyarakat menabung. Apakah itu bisa tercapai? Dengan semata Naik Gaji, bisa jadi masyarakat tidak menabung. Masyarakat terus konsumsi. Tidak ada 'sense of crisis'. Maka 'Fiscal Policy' pemerintah tersebut bisa jadi tidak efektif. Inflasi terus meroket karena 'Demand' terus bertambah. Kita menghadapi bahaya HIPER INFLASI.

Mungkin ini adalah pemikiran yang terlalu pesimis?
'Kemungkinan Terburuk' yang mungkin kita hadapi adalah HIPER INFLASI sebagaimana pernah terjadi pada negara Argentina, beberapa tahun yang lalu, atau negara Bolivia, suatu masa yang lalu. Saat itu, telur rebus seharga 1000 pada pagi hari, bisa menjadi 1.000.000 pada malam hari. Ada pula cerita, seseorang harus mendorong gerobak berisi penuh uang kertas yang dirampas gerobaknya karena nilai gerobak lebih berharga dari uang tunai itu sendiri.

Hal-hal apa yang dapat memicu kejadian HIPER INFLASI adalah:

  • Inflasi tak terkendali (tentunya),

  • (Kebijakan Ekonomi) Pemerintahan yang gagal,

  • Obligasi / Surat Hutang Negara yang menjadi tidak ada harganya,

  • Tingkat Pengangguran yang tinggi,

  • Neraca Pembayaran Ambrol, Impor jauh lebih banyak daripada Ekspor,

  • Produksi dalam negeri menurun tajam,

  • Banyak perusahaan bangkrut,

  • 'Goverment Spending' yang tidak efisien, tidak efektif, banyak kebocoran dan korupsi.

  • dan lain lain...


Kondisi lain yang mungkin terjadi:




  • Dana masyarakat yang terhimpun dalam bentuk SBI akan disalurkan oleh pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha. Bila risiko usaha dalam krisis adalah kegagalan, maka berapa banyak 'biaya' yang akan terjadi?

  • Semakin tinggi beban ekonomi, meningkatnya biaya ekonomi karena pengangguran, kebijakan iklim investasi yang tidak efektif, pajak yang semakin tinggi (.. Anda sudah punya NPWP? ), akan semakin membuat 'unit cost' produk dalam negeri menjadi semakin mahal, sehingga harga barang impor akan semakin murah.

  • Barang Impor yang semakin banyak akan menyebabkan Perusahaan Dalam Negeri gulung tikar....

  • Sementara masyarakat kita makin terbuai mental 'konsumtif', budaya instant, tidak mau kerja keras, hanya mau kerja seminim mungkin gaji setinggi mungkin..., hanya semakin menciptakan budaya PASAR, bukan budaya PRODUKTIF.

  • Nilai mata uang akan semakin lemah, lemah..., lemah.... sampai akhirnya mungkin... tidak ada harganya...

  • Desakan kompetisi globalisasi semakin berat, semakin berat....


LANTAS APA PILIHAN UNTUK KITA?
Apa solusi yang mungkin bisa kita pilih untuk kita usahakan?


  1. KERJA LEBIH KERAS, LEBIH PRODUKTIF, LEBIH KERAS DAN PRODUKTIF... Bila kita hanya menuntut Naik Gaji, kita hanya berpikir jangka pendek. Dengan bekerja lebih keras, lebih produktif, kita membangun kesejahteraan jangka panjang. Ini pilihan nyaris mutlak. TIDAK ADA YANG BISA MEMBEBASKAN KITA DARI BAHAYA KETERPURUKAN, SELAIN USAHA KERJA KERAS. Coba kita pikirkan, bagaimana mental kerja kita dibandingkan dengan negara lain, yang sudah lebih makmur dari kita?

  2. GUNAKAN PRODUK DALAM NEGERI. Biar pun mahal, gunakan produk dalam negeri. Bangun kebanggaan dan sekaligus bangun pondasi ekonomi negara sendiri. Bila ekonomi negara sendiri runtuh, siapa yang paling sengsara? Siapa yang mau membantu dengan tulus? Coba mulai dari yang kecil. Makanan, minuman, pakaian, peralatan kantor, sepatu, dll.... Lihat semua barang yang ada disekitar anda, yang anda gunakan sehari-hari... Meski produk dalam negeri lebih mahal, atur prioritas. Tidak perlu memiliki 3 barang kalau kita sudah cukup dengan 2 barang.

  3. BERIKAN LEBIH, MINTA BELAKANGAN, MULAI DARI DIRI SENDIRI. Bila kita mengharapkan orang lain, pemerintah, perusahaan, untuk memberi lebih dahulu...., bila satu pihak mengharapkan pihak lain untuk melakukan 'kewajibannya' dulu, maka tidak akan ada perubahan....

  4. BERHEMAT DAN BERINVESTASI. Badai mungkin ada didepan. Coba rasakan.... mungkinkah? Mungkin ya? Mungkin tidak? Apa yang mungkin dapat kita lakukan bila ternyata jawabannya adalah YA? Hemat, akumulasikan dan investasikan dana Anda pada tempat yang aman, atau lebih aman. Pertimbangkan Risiko.

  5. JANGAN SALAHKAN SIAPA-SIAPA, LAKUKAN DAN AJAK TEMAN ANDA. Menyalahkan pihak lain tidak akan memberikan manfaat kepada kita. Saling menyalahkan tidak akan mengubah apapun. Jangan salahkan siapa pun, pemerintah, perusahaan,... negara lain, ... bila terjadi masalah dalam ekonomi negara sendiri, bila kita sendiri turut memberikan kontribusi terhadap permasalahan tersebut.


Ajak teman Anda untuk membuat perubahan. Forward pemikiran ini kepada teman, bila ANDA PEDULI.



Sahabat menuju sejahtera,
Lakukan sesuatu. Each Cent Counts. Setitik peningkatan usaha pun berharga. Coba bawa pemikiran ini pada manajemen perusahaan Anda. Apa yang bisa dilakukan? KERJA KERAS, PRODUKTIF, Berhemat, Berinvestasi, Antisipasi.

Apakah Naik Gaji (saja) cukup untuk menjawab permasalahan Anda? Bila pemikiran ini dapat bermanfaat untuk antisipasi masalah di perusahaan Anda, saya terbuka untuk mendiskusikannya.

Salam Sejahtera. Sekaranglah Masa Kerja Keras!!!

Hendri Hartopo

Konsultan Keuangan, Perbankan, Investasi, Asuransi Direktur KOMMIT Sejahtera (Konsultan Koperasi Karyawan). Penulis Buku Laris "Save Or Sorry!"

Web: www.hendrihartopo.info
Email: email@hendrihartopo.info -
hendri_hartopo@yahoo.com
Cell: 021.30118474 - 0815.9661067

Tidak ada komentar: